Sabtu, 30 Agustus 2014

Cerita Wayang Bahasa Jawa

Dalam cerita wayang bahasa Jawa siapa pun yang mendengar kata "raksasa" pasti akan membayangkan sosok jahat nan superbesar. Juga si buruk rupa yang setinggi gunung, bersuara menggelegar, dan menakutkan dalam mimpi buruk. Santapan favoritnya adalah anak-anak manusia, hobinya berbuat kerusakan. Sungguh, tak ada hal baik atau bijak pada sosoknya.
Namun, jangan terjebak pada stereotip umum yang melekat pada sosok raksasa. Sebab, Kumbakarna sangat bertolak belakang dengan gambaran tersebut. Terutama, dalam hal budi pekerti luhur dan sifat ksatria yang dimilikinya.
Dalam cerita wayang bahasa Jawa khususnya tentang hancurnya Kerajaan Alengkadiraja, pengorbanan dan keteguhan hati adik Rahwana itu dikisahkan begitu heroik, tragis, sekaligus mengharukan. Bagaimana kisah lengkapnya? Inilah epos tentang kepahlawanan sang raksasa baik budi, seperti yang terangkum dalam kitab Ramayana. Kebudayaan Wayang di Indonesia
Di Indonesia seni pertunjukan wayang adalah sebuah kebudayaan seni pertunjukan asli Indonesia yang berkembang pesat di Pulau Jawa dan Bali. Selain di dua wilayah tersebut, seni pertunjukan wayang juga berkembang di Sumatera dan Semenanjung Malaya yang dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa dan Hindu.
Pada tanggal 7 November 2003, UNESCO, lembaga yang mengatur tentang kebudayaan dari PBB, menetapkan kebudayaan wayang sebagai sebuah pertunjukan bayangan boneka terkenal dari indonesia dan merupakan sebuah karya dunia yang diwariskan yang tidak ternilai dalam seni bertutur ( Masterpiece of oral and Intangible Heritage of Humanity ).
Pertunjukan boneka sebenarnya tidak hanya ada di Indonesia karena banyak juga negara-negara lain yang mempunyai kebudayaan pertunjukan boneka ini. Akan tetapi, pertunjukan boneka di setiap negara berbeda-beda dan mempunyai keunikan masing-masing, termasuk pertunjukan wayang yang memiliki keunikan dalam gaya tuturnya yang mencerminkan kebudayaan asli Indonesia.
Untuk itu, berdasarkan penjelasan tersebut kebudayaan wayang di masukkan ke dalam Daftar Representatif Budaya Takbenda Warisan Manusia oleh UNESCO pada tahun 2003.
Seni pertunjukan wayang masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang dari India. Akan tetapi, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa pertunjukan wayang ini menyebar di wilayah Asia Selatan sebelum agama Hindu masuk ke Indonesia.
Kebudayaan wayang yang masuk ke Indonesia dapat menyatu dengan seni pertunjukan yang lain karena kejeniusan kebudayaan lokal yang masuk sebelum agama Hindu. Hal tersebut dapat memberikan warna tersendiri pada seni pertunjukan di Indonesia. Menurut catatan sejarah, seni pertunjukan wayang ini masuk ke Indonesia berasal dari Prasasti Balitung pada abad ke-4 yang berbunyi Si Galigi Mawayang
Setelah itu, agama Hindu mulai masuk ke Indonesia. Dalam penyesuaiannya dengan kebudayaan yang sudah ada, agama Hindu menggunakan pertunjukan wayang dalam penyebaran agamanya. Pertunjukan seni wayang ini berisi tentang cerita Ramayana dan Mahabharata
Begitu juga dengan agama Islam yang masuk ke Indonesia. Dalam penyebarannya, agama Islam menggunakan media seni pertunjukan wayang digunakan sebagai media dalam penyebaran agama Islam.
Dalam ajaran agama Islam, Tuhan dalam wujud manusia itu dilarang, sehingga muncullah boneka wayang yang terbuat dari kulit sapi. Di dalam pertunjukannya, wayang tersebut hanya terlihat bayangannya saja. Wayang tersebut kemudian menjadi terkenal dengan nama wayang kulit. Selain itu, dalam penyebaran agama Islam, wayang sadat digunakan untuk memperkenalkan nilai-nilai Islam.
Pada tahun 1960, pastor Timotheus L. Wignyosubroto, seorang misionaris Katolik, menyebarkan agama Katolik dengan menggunakan media wayang juga dengan sebutan wayang wahyu, yang bersumber dari cerita di dalam Alkitab. Jenis-Jenis Wayang
Di dalam perkembangannya, wayang banyak beredar di seluruh nusantara. Bahan pembuatan wayang pun berkembang karena tingkat kreativitas masyarakat lokal yang tinggi. Berikut ini jenis-jenis wayang berdasarkan bahan pembuatannya, yaitu sebagai berikut. 1. Wayang Kulit 2. Wayang Kayu
Wayang Golek atau Wayang Thengul
Wayang Papak atau Wayang Cepak 3. Wayang Orang 4. Wayang Rumput
Selain itu, wayang juga berkembang di setiap daerah di nusantara. Bahasa yang digunakan bukan hanya bahasa Jawa atau bahasa Sunda atau bahasa Bali, tapi juga menggunakan bahasa menurut daerahnya masing-masing, seperti bahasa Betawi, bahasa Palembang, dan bahasa Banjar. Berikut ini adalah jenis-jenis wayang berdasarkan asal daerahnya.
Wayang kulit Banjar (Kalimantan Selatan)
Wayang Palembang (Sumatera Selatan)
Wayang Cirebon (Jawa Barat)
Wayang Madura (sudah punah)
Wayang Siam (Kelantan, Malaysia) Kisah Wayang Jawa Kumbakarna
Arya Kumbakarna adalah putra kedua Resi Wisrawa dan Dewi Sukesi. Ketika Alengka semakin terdesak dalam perang besar, Rahwana mendesak Kumbakarna untuk turut ke medan laga. Sebab, hampir semua senapati unggulan kerajaan itu telah gugur.
Lewat Indrajit, perintah itu sampai kepada Kumbakarna yang tengah tapa nendra (bertapa dengan cara tidur). Konon, sejak terjadi selisih pendapat dengan sang kakak tentang Dewi Sinta, Kumbakarna memilih mengasingkan diri ke Leburgangsa.
Susah-payah Indrajit membangunkan Kumbakarna. Maka, dicabutnya bulu yang tumbuh di ibu jari Kumbakarna, hingga akhirnya bangunlah raksasa terpuji itu. Oleh Indrajit, Kumbakarna dipaksa menemui Rahwana di Alengkadiraja.
Di sana, Rahwana menjamu Kumbakarna dengan aneka sajian lezat. Usai makan, Rahwana mengajak bicara Kumbakarna. Saat itu, Kumbakarna justru dihina dan dihardik Rahwana, lantaran enggan membela negeri dan kakaknya. Mendengar semua makian itu, Kumbakarna berniat untuk turun ke peperangan. Namun, dia berperang bukanlah untuk membela sang kakak, melainkan demi negerinya. Dan, dia ingin mati sebagai ksatria. Bukan sebagai pembela angkara murka.
Melihat Arya Kumbakarna menuju medan perang dengan berpakaian serba putih, Wibisana tak kuasa menahan diri. Sambil meneteskan air mata, Wibisana menghampiri sang kakak dan memintanya mengurungkan niat berperang.
Wibisana tak ingin Kumbakarna mati sia-sia demi Rahwana, kakak sulung mereka. Tetapi, Kumbakarna bersikeras, dan menganggap peperangan dengan Rama itu sebagai perang suci untuk membela Alengka. Karenanya, Kumbakarna mengenakan pakaian serba putih.
Sifat jantan dan ksatria Kumbakarna sangat dihormati musuh-musuhnya. Giliran pertama, Prabu Sugriwa turun sebagai lawan tanding Kumbakarna. Sayang beribu sayang, Sugriwa terdesak dan pasukan wanara (kera) yang dipimpinnya kocar-kacir. Raja Kiskenda itu pun diminta mengundurkan diri, agar tak mati di tangan Kumbakarna yang sakti.
Untuk mencegah serangan Kumbakarna, Wibisana yang dekat dengan Rama menyarankan untuk membendung amukan Kumbakarna. Caranya, meminta Rama dan Leksmana untuk menghujani Kumbakarna dengan anak-anak panah. Tak lama berselang, putuslah kedua tangan dan kedua kaki Arya Kumbakarna.
Meski begitu, Kumbakarna pantang mundur. Dengan tubuh tanpa kaki-tangan, dia berguling-guling dan menyemburkan hawa panas ke arah para pengikut Rama. Sri Rama akhirnya melesatkan sebuah anak panah ke tubuh Kumbakarna. Lalu, terpenggal sudah leher sang raksasa baik budi. Kerajaan Alengkadiraja dan Rahwana pun benar-benar kehilangan salah satu sosok terbaiknya, walau itu pun tak mampu mengurangi kejahatan Rahwana.
Kendati hanya sepenggal, kisah tentang Kumbakarna sangat menyentuh. Kita bisa becermin pada cerita tersebut, sudahkah kita menjadi sosok bertanggung jawab dan ksatria atas apa pun yang kita lakukan? Mari kita belajar memiliki sifat terpuji itu dengan menengok atau mengingat Kumbakarna.
Kisah wayang tersebut adalah salah satu kisah yang sering ditampilkan dalam pertunjukan wayang di Jawa. Masih banyak lagi kisah-kisah wayang yang dapat diambil hikmahnya sebagai pelajaran hidup.
Perkembangan wayang itu sendiri sekarang ini sudah mulai redup karena terkalahkan oleh kemajuan teknologi yang berkembang dan semakin canggih. Jadi, jangan heran jika anak-anak zaman sekarang tidak mengenal kisah-kisah pewayangan.
Pertunjukan wayang yang sudah jarang ditampilkan membuat pertunjukan wayang di Indonesia semakin redup saja. Sosialisasi tentang kebudayaan ini menjadi berkurang, sehingga banyak generasi penerus yang tidak mengenal wayang.
Untuk itu, kebudayaan wayang ini perlu di perkenalkan kembali di masyarakat Indonesia dengan cara mengadakan pertunjukan diberbagai daerah. Wayang ini adalah salah satu aset kebudayaan Indonesia dan merupakan kebudayaan yang diakui oleh dunia internasional.
Demikian penjelasan dan informasi mengenai cerita wayang bahasa Jawa Semoga informasi tersebut dapat bermanfaat bagi Anda dan menambah wawasan Anda mengenai pewayangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar