Jumat, 29 Agustus 2014

Narasi Rakyat Malin Kundang Dalam Kekinian

Dahsyat! Mengagumkan! Ungkapan pas untuk menghormati suatu narasi rakyat Malin Kundang Beragam adopsi narasi rakyat Malin Kundang ini sudah terekam dalam beragam jejak. Diantara jejak-jejak itu ada yang berbentuk cerpen, pertunjukkan sandiwara, sinetron, dan sebagainya.
Karena sangat terkenalnya narasi rakyat Malin Kundang ini hingga orang-orang sangatlah yakin bila dulunya Malin Kundang itu memanglah ada.  Sama dengan narasi Siti Nurbaya yang dikira betul-betul ada.  Mungkin saja ada, namun narasi rekaan ini demikian berkesan riil serta sangatlah hidup.
Kehebatan beberapa penutur narasi pada zaman dulu memanglah tidak dapat disangkal. Budaya lisan serta ketiadaan bentuk hiburan lain sudah bikin beberapa pendongeng memperoleh tempat yang sangatlah baik di hati orang-orang pada saat itu. Tidak kecuali narasi rakyat Malin Kundang yang sangatlah populer itu. Bongkahan Batu dalam Narasi Rakyat Malin Kundang
Kehadiran suatu batu berupa manusia dengan serpihan-serpihan bongkahan batu yang diakui juga sebagai reruntuhan sisa kapal megah si Malin Kundang yang ada di Pantai Air Manis, Padang, makin bikin orang-orang meyakini bila narasi rakyat Malin Kundang ini tidaklah sebatas isapan jempol.
Bukanlah juga hanya narasi pengantar tidur atau mungkin cerita yang jadikan senjata untuk orangtua untuk bikin anak-anak mereka jadi taat serta tak membangkang dari perintah orang-tua.  Siapa yg tidak takut dikutuk jadi suatu batu serta jalan hidup yang tidak baik dipandang orang?
Rasa takut ini yaitu senjata yang sangatlah ampuh untuk orang-tua untuk bikin anak-anak mereka tak nakal. Karena sangat jahatnya ciri-ciri Malin Kundang, sampai saat ini belum ada satu juga orang-tua yang menamai anak lelaki mereka Malin Kundang.
Pasti ada rasa kuatir serta tak tega di hati orang-tua bila nantinya anak yang dinamakan ‘Si Malin Kundang’ ini hidupnya bakal selesai tragis seperti akhir narasi rakyat Malin Kundang.  Cerita rakyat Malin Kundang ini menunjukkan kehebatan dari daya kemarahan sang ibunda Malin Kundang sampai bikin murka sang Khalik yang memiliki bumi serta langit.
Kutukan yang menghantarkan Malin Kundang ke keabadian cerita sampai sekarang ini.  Tidak tutup kemungkinan bahwasanya narasi rakyat Malin Kundang ini bakal jadi cerita kekal seperti narasi Romeo serta Juliet yang terus-menerus diceritakan dari satu generasi ke generasi yang lain.
Begitu sakit hati sang ibunda nan rapuh pada saat anak yang diinginkan bakal mengangkat harkat serta martabatnya sudah melupakan serta mengejekkannya dihadapan seseorang wanita muda, istri anaknya. Tidak ada teriakan histeris saat wanita tua yang baik hati itu mengutuk anak, darah dagingnya sendiri jadi batu.
Dia cuma berucap lirih seolah mengadu pada sang Mahapengasih. “Bila mana lelaki yang ada dihadapanku ini benar Malin Kundang, anakku, jadi jadikanlah ia batu. ” Dalam narasi rakyat Malin Kundang itu, Malin Kundang memanglah tidak di beri saat oleh sang Pencipta untuk meminta ibunya menarik ucapannya.
Sekonyong-konyong usai ibunya mengatakan ekspresi lara hatinya, dalam waktu relatif cepat itu juga sang Khalik mengabulkan pintanya. Mungkin saja bibir sang wanita tua itu juga belum kering. Seolah patung Malin Kundang membukakan mata kebanyakan orang bila wanita yang ada dihadapan mereka betul-betul yaitu ibunda Malin Kundang.
Untuk kedahsyatan sumpah seseorang ibu inilah yang bikin narasi rakyat Malin Kundang ini demikian menyayat hati serta bikin buluh roma berdiri. Narasi Rakyat Malin Kundang dalam Kekinian
Narasi rakyat Malin Kundang masih tetap saja jadi sisi dari pelajaran budi pekerti di sekolah-sekolah. Hal semacam ini pantas di beri animo yang baik. Anak-anak Indonesia yang tumbuh dengan bermacam perangkat tehnologi yang makin hari makin mutakhir perlu di beri pencerahan dengan narasi seperti Malin Kundang itu.
Memanglah narasi rakyat Malin Kundang ini berkesan tidak lekang dimakan oleh saat. Namun, makin lama kelihatannya makin banyak saja yg tidak meyakini kebenaran narasi itu. Batu-batu yang ada di Pantai Air Manis itu diprediksikan berniat dipahat oleh seorang atau mungkin sekumpulan orang untuk bikin orang-orang meyakini pada kebenaran narasi rakyat Malin Kundang.
Mereka mengharapkan bahwasanya cerita yang menarik serta penuh dengan unsur-unsur mendidik itu mesti dilestarikan serta tak bisa tergerus oleh pergantian zaman. Ibu tetaplah ibu. Tak perduli dia ibu yang dikira baik ataupun ibu yang dikira tak baik. Kesakitan dalam saat kehamilan serta kelahiran tetap harus sama walaupun dihadapi lewat cara yang tidak sama. Narasi Rakyat Malin Kundang Fiksi Belaka?
Ada yang berasumsi bahwasanya apabila satu cerita tak tercatat dalam Al-Quran, jadi cerita itu hanya bualan manusia. Begitu juga dengan narasi rakyat Malin Kundang. Narasi ini diprediksikan hanya bentuk intrepretasi dari kisah-kisah yang ada di Al-Quran, seperti cerita seseorang teman dekat yang nyaris wafat, namun nyawanya tak putus-putus lantaran sang ibu teman dekat Rasul itu terasa sakit hati terhadapnya.
Rasulullah saw hingga menyampaikan bila sahabatnya itu bakal dibakar saja. Pada akhirnya sang ibunda memaafkan hingga lapanglah jalan sang teman dekat menghadap Allah Swt.
Rasulullah saw juga sampai tiga kali menyampaikan bahwasanya siapa yang perlu dihormati terlebih dulu yaitu ibu, ibu, ibu, baru kemudian bapak. Bukannya Rasulullah akan memperkecil fungsi seseorang bapak, namun takdir yang didapatkan pada seseorang wanita untuk memiliki kandungan, melahirkan, serta menyusui sudah bikin Rasulullah demikian menghormati seseorang wanita.
Orang-orang Padang yang sangatlah agamis pasti tahu bahwasanya seseorang ibu yaitu mahluk yang perlu dihormati serta dimuliakan. Kepedihan waktu melahirkan, kesulitan waktu menyusui serta melindungi sang buah hati saat kecil yaitu bentuk jerih payah yang tidak bakal pernah terbayarkan oleh sang anak. Oleh oleh karena itu narasi rakyat malin Kundang jadi makin menempel di hati.
Perkataan terima kasih serta do’a semoga pendam pencetus narasi rakyat Malin Kundang dilapangkan serta semoga narasi yang galinya itu jadi amal jariyahnya hingga jadi penerang kuburnya bakal selalu terukir pada siapa juga yang tahu bagaimanakah memberi penghargaan pada siapa juga yang sudah berjasa walaupun sekecil biji sawi. Pada yang melestarikan narasi rakyat malin Kundang inipun disampaikan beberapa ribu terima kasih.
Walau demikian, sebaiknya narasi rakyat Malin Kundang ini tak jadikan sumber kesyirikan serta kedurhakaan pada Allah Swt. sang Mahakuasa. Kehadiran bongkahan batu yang berupa manusia serta sebagian bongkahan batu yang seperti serpihan sisa kapal itu sebaiknya disikapi dengan bijaksana serta tak terlampau diolah tanpa ada logika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar